Senin, 18 Juli 2011

Air Bersih dan Pabrik Pupuk Tuan Inhoff

Dataran tinggi Bandung tempo doeloe memiliki sumber air yang melimpah. “Cur cor di mana-mana,” begitu menurut istilah penduduk setempat untuk melukiskan ketersediaan air di daerahnya di masa lalu. “Beda dengan sekarang. Sumur dangkal tak berair lagi, air ledeng sering mampet,” tambahnya.
Berkat ketersediaan sumber air yang melimpah, penduduk kota ini sudah sejak tahun 1916 menikmati air bersih dengan didirikannya Diens Technische Afdeling (DTA). Sumber airnya berasal dari sembilan mata air di daerah Bandung utara dengan debit sekitar 130 liter/detik, sehingga mampu memenuhi kebutuhan sekitar 80 persen penduduk Bandung yang pada saat itu berjumlah 70.000 jiwa. Bahkan kapasitasnya masih ditingkatkan menjadi 220 liter/detik. Airnya dijamin bersih. Selain belum tercemar, sebelum didistribusikan, air produk DTA tersebut diteliti lebih dulu oleh Laboratorium voor Technische Hygiene.

Distribusi air ke rumah-rumah dilakukan dengan dua cara. Sesuai dengan pembagian wilayah berdasarkan etnis. Penduduk Bandung utara yang umumnya terdiri dari orang-orang Belanda dan Eropa lainnya, memperoleh air bersih yang disalurkan langsung ke rumah-rumah melalui pipa penyalur. Sedangkan untuk melayani kebutuhan air bagi masyarakat pribumi yang umumnya tinggal di daerah selatan, digunakan muntmeter. Cara kerjanya mirip telepon umum yang menggunakan koin. Jika muntmeter tersebut dimasuki uang logam satu sen, maka air akan keluar dengan sendirinya sampai empat kaleng.
Namun, karena debit airnya masih cukup tinggi, maka air yang berasal dari daerah utara tidak dialirkan langsung ke daerah selatan yang topografinya wilayahnya lebih rendah. Bahkan karena perbedaan ketinggian antara sumber mata air dengan daerah selatan mencapai sekitar 100 meter, tekanan air bisa mencapai 4 atmosfir. Jika dialirkan langsung, pipanya akan meledak. Maka agar hal itu tidak terjadi, Kota Bandung dibagi dalam tiga zona.

Lalu bagaimana dengan air kotor hasil buangan dari rumah tangga?

Sebelum memasuki perairan umum, air buangan dari rumah tangga terlebih dahulu dialirkan melalui instalasi pengolahan yang dbangun di daerah pinggiran yang terletak di sebelah selatan. Instalasi pengolahan ini disebut “inhofftank” karena pengawasaannya dilakukan oleh Tuan Inhoff. Walaupun bekerja di tempat yang kotor, para pegawainya selalu menjaga kebersihan. Mereka bekerja dengan sarung tangan karet.

Di lokasi ini terdapat beberapa buah bak yang berfungsi sebagai bak penampung, bak pengendapan, dan bak pengeringan. Pada bak yang terakhir ini terdapat sebuah bangunan yang berfungsi sebagai labratorium dan sekaligus menjadi gudang.

Setelah dilakukan pengendapan dan mengalami proses anaerobik, limbah rumah tangga yang ditampung di bak penampungan tersebut dijadikan pupuk organik. Namun sebelum dinyatakan lulus uji  dan kemudian dikirim ke para petani sayur dan kembang di daerah Lembang, Cisarua, Pangalengan, dan Ciwidey, pupuk tersebut diteliti lebih dulu. Tuan Inhoff tidak segan-segan meraup dan kemudian membaui apakah pupuk tersebut masih bau atau tidak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar